Kesetiaan Seekor Anjing

Anjing setia itu akhirnya mati.

Ini cerita kesetiaan seekor anjing herder yang akhirnya mati di ujung senapan serbu polisi. Padahal, beberapa menit sebelumnya, si anjing telah menunjukkan kesetiaan tiada tara pada tuannya yang telah sepekan meninggal.

Cerita ini bermula dari ditemukannya Jonathan Samiaji (43) pewaris toko jamu ’Pusaka’, di Jl Pasar Besar 39, Kota Malang, yang tewas membusuk di dalam toko tersebut, Kamis (21/10). Kapolsekta Klojen Kota Malang, Kompol Kartono mengatakan, penemuan jenazah ini berawal dari kecurigaan warga, dengan bau busuk dari dalam toko tersebut.

”Bau busuk ini sudah tercium warga sejak tiga hari sebelumnya,” ujar Kartono.

Berusaha menjawab kecurigaan, petugas Linmas di kawasan tersebut, Suroso, akhirnya berinisiatif menelepon Polsekta Klojen. Tak menunggu lama, sejumlah polisi pun berdatangan ke lokasi.

Di saat yang sama, warga juga menjemput Lilik Lusiana (63) bibi Jonathan, yang diyakini menjadi salah satu kerabat terdekatnya. Atas persetujuan Lilik juga, pukul 09.00 WIB, polisi mulai membongkar pintu toko yang memang dalam keadaan terkunci dari dalam.

Di dalam, polisi menemukan mayat Jonathan yang terbujur membusuk di atas sebuah sofa lusuh. Namun, baru saja hendak mendekati mayat itu, suara salakan anjing mengagetkan para petugas yang hendak mengevakuasi jasad pria lajang itu.

Seekor anjing herder, berukuran cukup besar, berdiri di sisi jenazah Jonathan. Sebagian polisi, termasuk Kepala Satuan Sabhara Polresta Malang, AKP Susanto, menceritakan, anjing itu cukup menakutkan.

Matanya menatap liar ke arah semua polisi yang memasuki ruangan itu. Sambil terus menyalak, sempat juga ia memamerkan taringnya yang besar.

Sesekali ia berjalan hilir mudik, menunjukkan rasa tak senangnya terhadap orang asing. Setiap seorang polisi berusaha mendekati mayat, berbalas salakan dari si anjing. Karena itulah, alih-alih mendekati jenazah Jonathan, tak banyak polisi yang bahkan berani masuk ke dalam ruangan tersebut.

Susanto sebenarnya sempat berinisiatif menjinakkan anjing itu dengan menyemprotkan merica semprot. Namun, senjata semprot bawaan polisi yang dikenal dengan istilah OC (Oloresin Capsicum)-3 ini nyatanya tak mempan.

”Anjing itu hanya berjalan mundur, tapi malah mendekati jenazah korban,” kata Susanto.

Rencana A gagal, polisi lalu mulai memikirkan cara lain untuk mendekati anjing. Cara yang ditempuh, adalah dengan memanggil pawang anjing.

Rencana B ini rupanya berhasil. Dengan sebilah bambu panjang, tiga orang pawang, dengan pakaian lengkap penjinak anjing, berhasil mengarahkan anjing itu untuk masuk ke kamar mandi.

Sesegera mungkin setelah anjing itu masuk, seorang pawang mengunci kamar mandi dari luar, hingga akhirnya proses evakuasi jenazah Jonathan berjalan mulus.

Takut Rabies

Usai proses evakuasi jenazah, masalah lain muncul, yaitu mau diapakan si anjing itu. Kartono mengaku pihaknya menyerahkan nasib anjing itu kepada Lilik. Kepada bibi Jonathan itu, Kartono memberi dua pilihan, dibawa pulang, atau dibunuh di tempat.

Opsi kedua ini, menurut Kartono, diberikan polisi mengingat kekhawatiran anjing bisa berbahaya bagi warga sekitar. ”Toh, kita tidak tahu riwayat anjing itu. Misalnya, bagaimana kalau dia kena rabies,” ujar dia.

Lilik, yang tak bersedia merawatnya, akhirnya menyetujui opsi kedua. Kartono, dan sejumlah pejabat polisi pun sepakat untuk menembak mati anjing tersebut.

Di sebuah kamar kosong, anjing itu ditembak dua kali dengan senjata laras panjang SS1-V2 milik seorang personel Sabhara. ”Tembakan pertama, anjing itu sebenarnya sudah tersungkur, tapi masih bernapas. Dua menit kemudian, kita putuskan untuk beri tembakan kedua,” kata Kartono. Anjing yang nenek moyangnya berasal dari Jerman itu pun menyusul tuannya ke alam baka.

Kartono juga mengatakan, setelah dipastikan tewas, Lilik sempat meminta warga dan polisi untuk membantu menguburkan anjing itu di sepetak tanah kosong di belakang toko.

Mengenai peristiwa ini, Lilik tak sempat menjelaskan banyak hal. Ia mengaku masih sangat berduka dengan kematian keponakannya itu.

Namun, ia menduga, Jonathan tewas karena sakit asma yang dideritanya sejak kecil. Dan dia tahu persis, kalau anjing itu memang milik Jonathan.

Bahkan, menurut Lilik, Jonathan sudah sangat lama membesarkan anjing itu. ”Sejak bayi, anjing itu dibesarkan oleh Jonathan sampai sekarang. Seingat saya dulu diberi seorang teman dia,” kata Lilik.

Lilik juga mengakui, keponakannya yang dikenal sebagai duda sebatang kara itu punya kehidupan yang serba tertutup. Ia adalah pribadi pendiam yang introvert.

Terlebih, sejak ia gagal dalam berumah tangga. Ia dikenal semakin menutup diri dari kehidupan bersosial.

Kehidupan Jonathan yang menyedihkan itu sebenarnya terlihat dari kondisi dalam rumahnya yang tak terawat dan penuh debu. ”Karena kasihan, sesekali, saya mengantarkan makan ke dia. Tapi, itu juga sangat jarang,” kata Lilik, yang mengaku sudah sebulan lalu terakhir bertemu dengan Jonathan.

Anjing itu, kata Lilik dan sejumlah warga sekitar, merupakan satu-satunya sosok sahabat yang menemani kehidupan Jonathan sehari-hari. Warga percaya, anjing itu terus menjaga Jonathan, sampai majikannya itu tewas membusuk sekalipun.

Ada dugaan anjing itu sudah tidak makan selama sepekan. Berdasarkan keterangan seorang warga, toko itu sekitar sepekan tutup, dan baru empat hari lalu warga mencium bau busuk. Warga memperkirakan Jonathan meninggal sejak sepekan lalu, sehingga tidak bisa memberi makan si anjing.

Sikap bermusuhan yang ditunjukkan anjing itu kepada para petugas diduga karena anjing itu tidak ingin ada yang mengganggu tuannya. Tak mengherankan kalau anjing itu berlaku demikian. (ab)

sumber :  http://regional.kompas.com/read/2010/10/22/12024125/Sepekan.Tunggui.Mayat..Anjing.Ditembak-5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar